Liquidity Trap adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks trading dan investasi untuk menggambarkan situasi di mana pasar keuangan mengalami penurunan likuiditas yang signifikan. Dalam kondisi ini, investor cenderung mempertahankan likuiditas mereka daripada menginvestasikannya atau membeli aset berisiko karena keyakinan rendah terhadap prospek ekonomi yang buruk.

Liquidity Trap biasanya terjadi saat suku bunga di pasar sudah berada pada tingkat rendah yang sangat rendah hingga mendekati nol. Pada tingkat suku bunga yang sangat rendah, investor kehilangan insentif untuk mengeluarkan uang mereka karena potensi pengembalian yang rendah. Sebagai hasilnya, aliran likuiditas di pasar menurun, mengurangi likuiditas yang tersedia bagi partisipan pasar.

Ketika likuiditas menipis, pasar cenderung menjadi tidak stabil dan terhambat. Investor yang khawatir akan ketidakpastian ekonomi dan potensi kerugian yang besar cenderung untuk menyimpan uang mereka di tempat yang aman. Hal ini mengakibatkan sulitnya perusahaan dan negara untuk memperoleh pendanaan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan ekspansi, karena kurangnya permintaan investasi.

Liquidity Trap juga dapat menyebabkan tekanan deflasioner, di mana penurunan harga barang dan jasa dapat terjadi karena kurangnya keinginan untuk mengeluarkan uang dan berinvestasi. Deflasi dapat menyebabkan kontraksi ekonomi lebih lanjut dan mengurangi kemampuan entitas yang berhutang untuk membayar kembali pinjaman mereka.

Untuk mengatasi Liquidity Trap, bank sentral biasanya akan meluncurkan kebijakan moneter yang mengubah keadaan pasar. Misalnya, bank sentral dapat memotong suku bunga acuan mereka lebih jauh, meluncurkan program pelonggaran kuantitatif (quantitative easing), atau menggunakan kebijakan fiskal untuk mendorong belanja dan investasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan likuiditas di pasar dan mendorong investor untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi.